Waiting for a... friend?

Kamar 101—Leaky Cauldron

"Zeus! Bangun! Sudah waktunya kita ke stasiun King's Cross!" Belle, adik sepupunya tiba-tiba menghambur masuk ke dalam kamar penginapannya. Melompat langsung ke atas tubuhnya yang masih terbaring di balik selimut. Untung saja gadis kecil itu tergolong bertubuh mungil dan ringan. Kalau dia sebesar troll botak yang kemarin menggendong Belle, mungkin sekarang Zeus sudah mati tak bernafas.

"Oh my Got! Belle! Sakit, hey! Kau ini membangunkan atau mau membunuhku, sih?" ujar Zeus seraya menoyor kepala Belle dengan lembut. Bocah hiperaktif satu itu merasa lega sekaligus mensyukuri kepolosan adik sepupu satu-satunya itu. Kalau Belle bukan tipe anak yang polos, tak mungkin secepat ini mereka berdua bisa akrab selayaknya saudara. Mengingat gadis kecil itu kehilangan seluruh memori sebelum kematian ayahnya.

"Makanya, cepat bangun! Belle tak mau tertinggal. Ayo cepat ganti pakaian. Belle tunggu di bawah."

Mendengus pelan sembari tersenyum menatap gadis kecil yang tengah berlagak menjadi ibu-ibu yang membangunkan anaknya. "Iya, iya. Aku bangun. Lima menit lagi aku sudah di bawah. 'key?" Zeus dengan cepat mengganti piyamanya dengan sebuah kaos singlet hijau tua dan celana tiga-perempat hitam. Seluruh barangnya sudah rapi tersimpan di dalam tas ransel yang telah diberi mantra perluasan oleh troll botak. Baik juga orang itu. Berkat mantra itu, Zeus jadi tak perlu bersusah payah membawa banyak barang. Diangkatnya ransel dan kandang Bobo—burung hantu elang berwarna abu-abu—dan anak laki-laki bersurai perak itu keluar dari kamarnya.


Stasiun King's Cross

Anak laki-laki itu berusaha menyamakan langkah dengan gadis kecil bersurai keemasan yang berjalan di sampingnya, menggandeng Zeus dengan gestur manja khas seorang adik. Belle bilang, dia janjian dengan guru privatnya di tempat ini. Adik gurunya itu akan jadi murid di Hogwarts juga. Siapa, ya kira-kira? Jangan-jangan Zeus pernah bertegur sapa dengannya saat di Leaky Cauldron atau Diagon Alley.

Belle menarik lengannya menuju peron 10. Ah, tidak. Gadis kecil itu berhenti di antara peron 9 dan 10 lalu menatap Zeus ceria. "Zeus lihat tembok pembatas itu, kan? Itu pintu masuk menuju peron 9 3/4, lho! Di sanalah Hogwart's Express berada!" ujar gadis kecil itu bersemangat.

Eh? Tembok pembatas itu pintu masuknya? What the—

"Kau tak salah, Baby Belle? Bagaimana caranya?" tanya Zeus dengan mimik heran.

"Tenang. Nanti Belle tunjukkan. Kita tunggu Ms. Leona dan adiknya dulu disini."

"Okay."

Anak laki-laki itu meletakkan ransel dan kandang Bobo di lantai stasiun dan menghempaskan bokongnya di samping ranselnya. Dengan lembut ditariknya lengan Belle untuk duduk disampingnya.

Menunggu itu membosankan, bukan? Ada yang mau bergabung?


~*~*~*~

Paha kirinya kini telah menjadi bantal bagi kepala si gadis kecil. Sementara sebelah kakinya yang lain ditekuknya menjadi penopang bagi tangan dan dagunya sendiri. Jemari kirinya membelai poni si gadis kecil dengan lembut. Terlihat dari geraknya bahwa anak lelaki itu sangat menyayangi si gadis kecil yang kini lelap tertidur. Yeah, Belle-nya masih belum sehat benar setelah mengalami guncangan traumatis berkenaan dengan masa lalunya yang terhapus dari memori otaknya. Bila Kurtzee ada di tempat itu saat ini, mungkin gadis berandal itu sudah mencela Zeus dengan beragam kata-kata yang barangkali terdengar menyinggung bagi yang tak mengenalnya. Tapi, sahabat Muggle-nya tak ada disini. Di tempat ini, dia hanya berdua dengan Baby Belle-nya.

Kelabu kembarnya bergulir menyapu setiap sisi yang bisa tertangkap pandangannya. Memperhatikan entitas-entitas yang berlalu-lalang di stasiun tersebut. Ada yang berjalan santai bersama keluarga, ada yang berlari-lari seolah dikejar setan, ada yang berjalan cepat sambil sesekali melihat jam tangannya. Yang lebih banyak lagi adalah anak-anak yang membawa banyak barang bawaan dan kandang burung hantu. Para murid Hogwarts. Zeus menatap dengan mata membelalak saat satu, dua orang penyihir cilik berlari menembus tembok pembatas yang tadi ditunjukkan oleh Belle.

Hoo—Jadi begitu cara masuknya? Damn cool!!

Zeus merasakan semangat tiba-tiba mengalir di seluruh pembuluh darahnya saat melihat semakin banyak orang yang menembus tembok pembatas tersebut. Muggle atau non-penyihir sepertinya tak ada yang menyadari keanehan tersebut. Mereka tetap berjalan seolah tak melihat apa-apa yang menyimpang. Ah! Semoga saja teman Belle yang ditunggu itu segera datang. Zeus tak sabar mencoba menembus tembok pembatas itu. Rasanya seperti sihir. Well, ini memang dunia sihir, kan.

“Jadi? Sedang mau masuk kedalam?”

Sebuah sapaan mengalir masuk ke telinga Zeus, menarik kepalanya untuk menoleh dan melemparkan senyum. Ah. Anak perempuan berparas Asia yang waktu itu rupanya. "Hey. Yep. Nanti. Masih menunggu seseorang disini. Kau sendiri?"


~*~*~*~

“Menunggu—terkadang membosankan bukan? Jadi kau menunggu siapa?”

Menunggu terkadang membosankan? Haha. Bisa dibilang selalu membosankan. Apalagi kalau sendirian. Tapi, menunggu itu juga bisa dibilang sebuah seni untuk melatih kesabaran seseorang. Latihan yang murah sekaligus paling efektif. Sungguh. Kau coba saja. Zeus pernah diminta menunggu Kurtzee di lapangan basket Skull Alley. Mau tahu berapa lama anak perempuan berandalan itu membuatnya menunggu? Bukan satu atau dua jam saja tapi enam jam. Luar biasa, bukan. Kalau saja Kurtzee tak punya alasan yang tepat, mungkin Zeus sudah marah pada sahabatnya itu. Bayangkan saja, Zeus sudah mengenakan seragam basket dan membawa bola basket terbaiknya untuk bermain bersama Kurtzee. Tapi anak itu tak kunjung datang sampai akhirnya salah satu anak buah Zeus datang mengabari bahwa Kurtzee sedang terlibat perkelahian dengan geng berandalan lain. Sejak saat itu, Zeus selalu mengajak seseorang kalau dia diharuskan menunggu. Atau, meninggalkan tempat janjian jika orang yang ditunggu tak muncul dalam 30 menit. Muahaha.

“Jadi sedang menunggu dirinya untuk bangun saja? Ataukah ada orang lain yang datang sebentar lagi?”

Well, well, well. Mari kita kembali ke Stasiun King's Cross. Nona berparas Asia satu ini kalau dilihat-lihat lucu juga. Terlihat sekali dari wajahnya kalau dia sedang bosan atau apapun itu lalu menghampiri Zeus untuk sekedar berbincang dan melepas kebosanan. Ide yang bagus. Tak buruk sama sekali. Apalagi dia sendiri juga bosan kalau hanya menunggu tanpa ada teman bicara. Zeus pada dasarnya anak yang hiperaktif, susah untuk berdiam tak bergerak dalam waktu lama, seperti saat ini. Dia tak bisa bergerak karena takut membangunkan Belle. Gadis kecil itu butuh tidur setelah semalaman mengobrol tentang masa kecil mereka yang terlupakan. Terlupakan oleh gadis kecil itu. Yeah, kalau bicara soal menunggu. Nampaknya Zeus harus menunggu lama sampai gadis kecil itu bisa mengingatnya lagi.

"Sedang menunggu teman Belle. Kau sendiri? Sedang menunggu seseorang?" Zeus bertanya balik. Jujur, Zeus tak ingat nama anak perempuan Asia itu. "Nona, namamu siapa, ngomong-ngomong? Sorry, aku tak ingat." Tanya saja langsung daripada bingung, bukan?

~*~*~*~

“—aku juga melupakan namamu, mari kita ulangi lagi? Tiffany. Dan kau—siapapunlah namamu…”

"My name is Zeus. Zeus Pierre, Nona."

“Kalau begitu duluan…”

Mau tak mau anak laki-laki itu terkekeh saat gadis berparas Asia itu bangkit berdiri dari sampingnya dan berjalan sambil menarik kopernya menuju tembok pembatas yang adalah gerbang masuk menuju peron 9 3/4. Gadis Asia itu unik kalau tak mau disebut aneh. Tiba-tiba datang dan tiba-tiba pergi dengan interaksi seadanya. Gadis Asia bernama Tiffany itu dengan santai menabrakkan dirinya ke tembok pembatas tersebut dan menghilang dalam hitungan detik yang tak sempat terhitung. Ya, gimana ngitungnya. Baru sebut sa—Tiffany-nya sudah hilang.

"Jam berapa kereta akan berangkat, Mister?"

Seorang anak perempuan kurus berambut cepak—berkesan tomboy datang menghampiri si anak laki-laki pirang platina itu. "Jam 11, Nona. Belum terlambat."

"Hai, masih ingat padaku?"


Seorang perempuan lain kali ini berambut coklat datang menghampiri, minta diingat. Zeus memang magnet. Muahaha. "Hai. Masih. NIQ, kan? Apa kabar? Sudah siap berangkat menuju Hogwarts?"

"Boleh aku ikut gabung"

"Boleh. Silakan jika tak keberatan duduk di lantai," ujar Zeus mempersilakan.

Tatapannya kini beralih pada Belle yang masih tertidur. Apakah sebaiknya gadis kecil itu dia bangunkan sekarang? Tak tega, sih. Tapi sebentar lagi kereta akan berangkat dan yang dia tunggu belum juga datang.

"Baby Belle. Bangun." Dan tepat pada saat itu seorang wanita datang menghampiri mereka bersama seorang anak laki-laki pirang yang—eh? Itu kan Elliot. Jangan-jangan yang Belle tunggu itu dia? "Hey, Elliot!! Jadi, kau yang ditunggu oleh Belle?"

0 komentar:

Posting Komentar