New Pets

Target. Target. Zeus ingin mencari target keusilan pertamanya di dunia sihir. Baru saja bocah berambut perak itu keluar dari sebuah toko lelucon dengan kantong belanjaan berisi beberapa barang-barang lelucon yang tentunya tak sabar untuk dia coba, terutama bom kotoran dan ketapel air. Hey, dua jenis barang itu sangat efektif untuk mengerjai orang—meski Zeus belum tahu pasti apa yang akan terjadi saat menggunakan kedua barang itu tapi setidaknya dia bisa membayangkan dari namanya.

Dum dum dum dum—

Zeus bersenandung dengan sumbangnya sembari melangkah mencari tempat yang strategis, tepat dan cocok untuk melaksanakan aksi isengnya. Tentu saja harus ada target yang menjadi korban dan kau tahu, mencari target itu pun harus dipilah-pilah berdasarkan tampang dan perawakan. Kalau wajahnya galak, lebih baik jangan, daripada beresiko mendengarkan ocehan-ocehan panjang lebar dan membosankan. Oh satu lagi, targetnya harus laki-laki. Zeus tak mau mengerjai anak perempuan yang belum dikenalnya dengan baik, tak sopan. Zeus hendak mencari target seorang bocah laki-laki dengan wajah yang lucu dan bertampang iseng sepertinya, barangkali korbannya malah akan jadi teman. Bukankah begitu lebih menyenangkan?

Langkah tungkai panjangnya membawa Zeus ke pinggiran jalan yang jauh dari keramaian. Iris kelabunya berbinar ketika melihat ada seorang bocah laki-laki berambut pirang sedang asyik bercakap-cakap dengan tiga ekor hewan peliharaannya. Entah kenapa, di mata Zeus, bocah pirang itu terlihat seperti pawang. Zeus, sih tak bisa membayangkan harus mengurusi tiga ekor peliharaan sekaligus. Dia hanya berencana membeli seekor burung hantu untuk keperluan surat-menyurat saja.

Ah, mari kita berhenti membicarakan dunia fauna. Setelah diamati, wajah bocah pirang itu terlihat menyenangkan dengan pipi bulatnya yang berisi. Kelihatannya bukan tipe target yang akan mengamuk jika dikerjai. Jujur saja, Zeus lebih berharap keisengannya dibalas. Hahaha. Dengan langkah perlahan, mengendap-endap, Zeus bersembunyi di balik pohon tepat di belakang bocah pirang yang kini sibuk melerai kucing dan hewan bundar berbulu pink yang entah apa namanya. Diletakannya kantong belanjaan di dekat kakinya, sebisa mungkin tidak mengeluarkan suara meski saat ini bocah pirang itu takkan bisa mendengar suara karena sibuk menangkap kucingnya yang mulai mengejar hewan bundar berbulu pink itu. Jemarinya segera masuk ke dalam kantong tersebut dan mengambil sebuah bom kotoran dari sana. Seringai nakal terlukis jelas di wajah putihnya.

Hehe. Bersiaplah, nak.

Ambil ancang-ancang. Kunci target yang dituju dan arahkan bom kotoran itu tepat ke sasaran. Zeus menggerakkan lengan kanannya dan melemparkan bom kotoran itu langsung menuju pada bocah berambut pirang. Semoga saja bocah itu tidak tiba-tiba berlari sehingga lemparannya meleset. Hahaha.

~*~*~*~

Syuuttt—

BOOOMMMM!!

Yeah! Lemparan bom kotoran Zeus tepat mengenai bokong si bocah gembul yang kini tengkurap di atas tanah. Alih-alih mengumpat seperti kebanyakan orang bila berada di posisinya, bocah gembul itu malah tertawa gembira sambil menggebuk-gebuk jalanan dan menggerak-gerakan kakinya. Reaksi yang sama sekali tidak terduga. Entah apa yang membuat bocah gembul satu itu begitu bahagia dilempari bom kotoran yang ternyata baunya luar biasa—BAU.

Syuuttt—

BOOOMMMM!!

Woah! Bom kotoran lagi! Rupanya Elliot juga sedang bersembunyi di semak-semak dan meniru perbuatan iseng Zeus. Menyenangkan! Tangan Zeus sudah siap mengambil sebuah bom kotoran lagi ketika sudut matanya kemudian menangkap gerakan seorang gadis berjalan menghampiri sambil menjilati es krim. Gadis manis yang sering berpapasan dengannya setiap kali belanja di toko-toko Diagon Alley. Stalking me, eh? Zeus tak keberatan, kok. Apalagi gadis kecil yang manis begitu. Zeus menatap bingung pada si gadis kecil yang kini malah memperhatikan wajahnya dari dekat lalu mengirimkan cengiran jarak jauh pada Elliot. "Ada apa dengan wajahku, Nona?" Gadis kecil itu bukannya menjawab pertanyaannya malah asyik melompat-lompat sambil menunjuk-nunjuk sehingga es krimnya terjatuh. Benar-benar gadis kecil yang penuh semangat.

(Tersenyum)

"Elliot, Zeus... Kalian sedang apa di sini?"

Ah, kali ini seorang gadis kecil lain. Mariel. Zeus hanya memberikan cengiran pada gadis kecil satu itu. Kalau begini, bisa-bisa ketahuan oleh bocah gembul itu. Feromonnya tak bekerjasama. Bagaimana bisa bersembunyi jika orang-orang datang menghampiri dan membongkar persembunyiannya begitu saja? Nah, lihat kan. Bocah gembul itu sekarang sudah datang ke tempatnya dengan cara yang spektakuler. Terpeleset es krim si gadis manis. Mimisan pula.

"Hey, hidungmu berdarah."

Tiba-tiba saja seekor burung hantu elang berwarna hitam terbang dengan kecepatan tinggi menuju tepat ke arah gadis di samping Zeus. Cakar-cakar tajam terlihat di kaki burung itu—siap menerkam mangsanya. Ada apa ini? Tak mungkin seekor burung hantu menyerang manusia yang sedang makan es krim. Masa burung hantu jaman sekarang doyan makan es krim? Pasti ada seseorang yang memerintahkan burung itu. Dengan gerakan cepat, Zeus melangkah ke depan si gadis pirang kecoklatan—mengangkat lengan kanannya menutupi wajah. Wajah itu aset berharga Zeus, tahu. Cakar si burung hantu mendarat tepat di lengan tersebut dan meninggalkan goresan yang cukup dalam disana. Rasa pedih menjalar membuat Zeus sedikit mengernyit. Brengsek.

Kini dengan jelas Zeus bisa melihat siapa pemilik burung hantu elang tersebut. Seorang anak laki-laki jelek berambut pirang panjang dan tak terurus berdiri tak jauh dari hadapannya. Di wajah jeleknya itu tersungging senyum puas. Senyuman pengecut yang berani menyerang seorang gadis. Well—sekarang bukan waktunya mengurusi luka.

"Hey, kau bocah tengik bau sampah. Kau itu laki-laki atau bukan, hah?! Berani menyerang perempuan... Cuih!" Zeus memang jarang marah tapi bila kau berani memancing amarahnya, kau cari mati, "Kalau kau memang laki-laki, ayo satu lawan satu denganku. Tangan kosong."

~*~*~*~

Mau tahu beberapa alasan mengapa bocah kecil gondrong di depannya itu pantas disebut sebagai the Queen of Banci? Baiklah, mari kita jabarkan satu demi satu dari setiap kata-kata nista yang terujar dari mulut rombengnya itu.

Satu. "Siapa? Aku? Kau marah-marah padaku ?"
Dia pura-pura bodoh dan berlagak tak berdosa padahal sudah jelas dia pelakunya. Banci.

Dua. "Hei mau sok jagoan atau bagaimana? Memang apa salah ku heh?
Sok menantang padahal sebenarnya dia hanya takut. Tak berani bertanggung jawab pada tindakan sendiri, eh? Banci.

Tiga. "Mereka yang menyerang!"
Pengecut. Melemparkan kesalahan pada korban. Mengadu. Banci.

Kesimpulannya adalah bocah di hadapan Zeus saat ini bukan laki-laki tapi dia adalah ratu dari semua banci-banci di dunia. Jenis manusia yang paling dibencinya. Camkan itu. Dengan tatapan meremehkan, Zeus balas menatap si banci yang berjalan mendekat sambil tersenyum. Sok berani, eh? Cuih. Jemari Zeus terkepal, rahangnya mengeras. Bocah perak telah siap menghajar si banci. Kalau saja kelakuan bocah gembul di dekatnya tidak membuat perhatiannya teralih. Sepertinya sejak tadi bocah gembul itu sibuk sendiri.

Entah bagaimana, bocah gembul yang mengaku bernama Ziggy itu datang mendekat dan dia hanya memakai celana pendek yang seharusnya menjadi pakaian dalam. Ada gambar kodok di bagian selangkangannya. Kalau saja suasana saat itu sedang santai, Zeus pasti akan tertawa terbahak-bahak bahkan mungkin menginginkan celana yang serupa. Tapi, tidak sekarang. Dia masih harus mengurusi si banci.

Dan tiba-tiba saja perhatiannya kembali teralih. Gadis pirang yang tadi dia lindungi sekarang nampak sedang berjongkok dan menyengkat kaki si banci. "BAGUS, NONA!" Zeus suka dengan gadis pemberani seperti dia. Sepertinya mereka bisa jadi teman yang baik.

Dan Ziggy sepertinya ingin meniru perbuatan gadis itu. Ah, tidak. Bocah gembul yang konyol itu malah terjatuh tersengkat kakinya sendiri. Zeus hanya bisa geleng-geleng kepala melihatnya. Melihat kejadian kocak seperti itu membuat amarah yang tadi sempat menguasai Zeus, sedikit mereda. Tawa tersembur begitu saja dari bibirnya dan mendadak bocah tiga belas tahun itu merasa sedikit gamang. Pandangannya terasa buram dan berputar. Terhuyung sesaat sampai akhirnya dia berhasil bersandar pada batang pohon di belakangnya.

Zeus tak sadar bahwa luka di lengannya mengeluarkan banyak darah. "Brengsek!" Kenapa harus di saat seperti ini. Zeus memejamkan mata sesaat menahan sensasi berputar di kepalanya. Untung saja, pertolongan datang tepat pada waktunya.

"Kamu namanya Zeus kan? Mana tangan yang luka? Sini ku obati.”

Si gadis pirang itu nampaknya seorang dokter kecil. Lihat saja, dia membawa peralatan P3K lengkap dalam tasnya. Zeus sambil nyengir malu-malu mengulurkan tangan kanannya yang terluka. Semoga saja nona satu itu tidak fobia dengan darah. Kenapa Zeus malu? Soalnya tadi gadis pirang itu bilang bahwa Zeus cakep. Ehe.

"Ah, tunggu sebentar, nona," ujar Zeus tiba-tiba, menarik kembali lengannya dan berjalan menuju si banci—pusingnya sudah sedikit reda. Setidaknya, banci satu ini harus diberi pelajaran terlebih dahulu. Meski langkahnya masih agak terhuyung, Zeus masih kuat. Zeus itu termasuk orang dengan stamina yang kuat, lho. Makanya, rajinlah berolahraga.

Jemari tangan kiri Zeus dengan cepat mencengkeram kerah baju si banci. Kedua matanya terpicing, menatap langsung pada mata si banci yang memang seperti perempuan. "Kau. Lebih buruk dari banci. Dasar pengecut!"ujar Zeus dengan nada dingin.

Dan tinju kanannya dengan cepat melesat ke arah pipi si banci. Saat kepalan tangannya berada sangat dekat dengan pipi si banci, gerakannya terhenti. Telunjuknya mencuat menyentil hidung si banci dengan keras. Haha. "Banci tak pantas mendapat tinju dariku."

Dengan gerakan cuek, Zeus berbalik dan berjalan kembali menuju si gadis pirang. Lebih baik mengobati lukanya dengan seorang nona manis daripada repot mengurusi banci. "Nah, tolong obati lukaku. Namamu siapa, Nona?" ujar Zeus sembari menghempaskan bokongnya ke hamparan rumput dan bersandar ke batang pohon. Kepalanya pusing. Si-hal.

~*~*~*~

Zeus tumbuh besar di lingkungan menengah ke bawah di pinggiran London sejak usianya yang ke-8. Berteman dengan anak-anak berandalan yang menyebut tempat nongkrong mereka dengan sebutan Skull Alley. Seperti anak-anak berandalan atau biasa disebut preman pada umumnya, teman-teman sepermainan Zeus rata-rata berperilaku kasar dan seenaknya. Bahkan kebanyakan terlihat lebih tua daripada usia sesungguhnya. Kedatangan Zeus pertama kali di tempat itu tidak disambut dengan hangat. Apalagi wajahnya yang tergolong feminin membuatnya menjadi bulan-bulanan penghuni Skull Alley. Tak jarang Zeus mendapatkan pukulan ataupun tendangan dari anak-anak yang lebih tua darinya sampai suatu hari sebuah kejadian membuat anak-anak Skull Alley berhenti menjadikannya sasaran. Wibawa dan perawakan aristrokrat Zeus membawanya menjadi pemimpin Skull Alley di usianya yang ke-11. Yeah, penghuni Skull Alley berusia antara enam sampai dua belas tahun.

Lima tahun menjadi berandalan, belum pernah sekalipun Zeus bertemu dengan seseorang yang pengecutnya melebihi si banci gondrong yang kini sedang meremas luka di lengannya. Darah segar dengan semangat mengalir keluar dari seluruh permukaan lukanya. Zeus yang tak menyangka akan diperlakukan seperti itu hanya bisa menarik nafas dan meringis kesakitan. Rahangnya mengeras. Kedua matanya terpejam, berusaha tidak mengeluarkan erangan yang pasti akan membuat si banci itu kesenangan. Brengsek!!

"Kau, tidak apa-apa?"

"Ya. I guess,"
ujarnya lemah. Kepalanya terkulai lemah bersandar pada batang pohon. Pandangannya kabur karena terlalu banyak mengeluarkan darah—membuatnya terpaksa memejamkan mata. Dibiarkannya Emmy merawat luka di lengannya, membalutkan perban menutupi lukanya yang terbuka. "Thanks, M." Kuharap kau tak keberatan kupanggil M. "Temanmu yang barusan... sepertinya haus darah. Haha." Zeus berusaha bercanda agar Emmy tidak terlalu cemas. Di wajahnya yang pucat, kini tersungging seulas senyum dan dengus tawa samar pun terdengar.

Anak yang menarik. Si banci itu.

0 komentar:

Posting Komentar