Untitled

France, December 1973
Debussy's Residence

"Anakmu itu sakit lagi, hm?" Sebuah pertanyaan bernada sinikal meluncur dari bibir seorang pria muda berusia awal 30 puluhan ketika ia mengintip ke dalam kamar bayi dan melihat istrinya yang cantik tengah sibuk menimang-nimang seorang bayi berusia satu tahun di pangkuannya. Bayi itu terus menangis karena demam tinggi mengganggu ketenangannya. Lucretia, sang istri, mengangguk lemah dengan sebuah senyum tipis melengkung di wajahnya yang pucat—jelas terlihat bahwa wanita muda itu kelelahan dan kurang tidur. Bayinya sering sekali jatuh sakit sejak dilahirkan. Pada tengah malam kerap kali terbangun dan menangis. Lucretia tidak ingin pelayan yang mengurusi bayinya, ia berkeras ingin merawat putranya sendiri.

"Sebaiknya nama Zeus itu diganti saja, Lucretia. Tidak cocok untuk anak penyakitan seperti dia," ujar pria muda itu lagi seraya melangkah masuk ke dalam kamar dan berdiri di samping Lucretia. Wajahnya datar tanpa ekspresi ketika memandang putra pertamanya. Jelas kecewa karena memiliki seorang putra dengan tubuh lemah. Lucretia menoleh menatap suaminya—tidak senang dengan cara pria muda itu berkata-kata. "Tidak, Christoff. Aku yakin nama itu akan membawa berkah untuk anak ini," Lucretia membelai pipi putranya dengan penuh kasih sayang. Buah cintanya dengan Christoff Johann Debussy.

Pahit bila mengingat apa yang terjadi pada Lucretia ketika Christoff meminangnya. Ia dianggap sebagai pengkhianat oleh ayah kandungnya sendiri. Ibu dan kakak kandungnya, Boris Elsveta bahkan tidak berkata apa-apa untuk membelanya. Sebuah resiko yang memang harus ditanggungnya karena memilih untuk menikah dengan seorang pelahap maut. Ia diusir dari Kastil Elsveta dan hubungan keluarganya diputuskan begitu saja. Lucretia memandang wajah bayinya yang kini tertidur lelap dalam buaiannya, mengira-ngira apakah kedua orangtuanya akan memaafkan dirinya apabila melihat cucu pertama mereka itu.

"Dia sudah akan mati bahkan sebelum sempat menerima berkah dari namanya sendiri."

"Christoff! Jangan bicara seperti itu tentang putramu sendiri! Demi Merlin, apa yang kau pikirkan? Tidakkah kau mencintai anak ini barang sedikit saja?" Lucretia menatap mata suaminya dengan tatapan nanar. Ia tak menyangka bahwa suaminya akan begitu dingin terhadap putranya sendiri.

Christoff Johann Debussy, seorang pria muda tampan di usianya yang ke-30. Memiliki rambut hitam legam dan bola mata sebiru langit. Ia seorang pengikut setia Pangeran Kegelapan bersama dengan seluruh keluarga besar Debussy menjadi pelahap maut. Meskipun para pelahap maut bergerak di balik layar, ada saja penyihir yang anti pada Pangeran Kegelapan yang tahu mengenai keterlibatan keluarga Debussy sebagai pelahap maut.

"Aku hanya mengatakan kenyataan yang kulihat, Lucretia," jawab Christoff dengan senyum dingin. Entah apa yang telah membuat seorang Lucretia begitu mencintai Christoff, wanita itu pun kadang mempertanyakan hal tersebut. "Biar pelayan yang mengurus anak itu karena aku membutuhkanmu di kamar," ujar Christoff sambil berjalan meninggalkan kamar bayi tersebut, "Sekarang." Perintah. Bukan permintaan atau ajakan romantis. Perintah yang harus dikerjakan sesegera mungkin sebelum pria muda itu meledak dan melakukan sesuatu yang tidak diinginkan Lucretia.